Kamis, 19 Juni 2008

5 komponen dasar panjat tebing






Seperti halnya jenis olah raga lain, Panjat Tebing memerlukan tingkat fisik dan mental yang baik. Satu hal yang mungkin perlu diingat yaitu bahwa dari satu sisi panjat tebing terlihat sebagai satu olah raga yang bersifat mental, karena untuk menyelesaikan satu rute/problem kamu harus membuat strategi penyelesaian masalah (problem solving) dengan kombinasi tehnik yang baik. Disisi lain karena posisi pemanjat yang menggantung dan arah gerak/posisi tubuh yang berlawanan dengan daya gravitasi mereka perlu otot yang enggak lembek, yang ini lebih bersifat fisik.


Saya mengkategorikan komponen dasar ini kedalam dua aspek:
1. Komponen Fisik
2. Komponen Non Fisik

Yang termasuk kedalam komponen fisik yaitu:

Kekuatan
Jangan menganggap bahwa kekuatan yang dimaksud disini yaitu sekedar kekuatan tangan. Pemanjat enggak manjat cuma dengan tanggannya mereka pake kaki, pake badan dan yang penting lagi mereka juga pake otak bo. Kekuatan ini cakupannya menyeluruh termasuk kekuatan tangan dan kaki (limp strength) dan kekuatan tubuh (core strength) yaitu perut, dada, punggung dan pinggang. Kekuatan ini sangatlah diperlukan ketika kamu mulai beranjak ke tingkat mahir yang biasa dimulai dengan pemanjatan dengan kesulitan rute 5.11 keatas.

Daya Tahan
Daya tahan artinya kemampuan kamu untuk memanjat rute yang panjang tanpa terlalu banyak berhenti/ istirahat. Tentunya ini sangat mendominasi para pemanjat multi pitch. Training untuk ini jarang sekali dilakukan pada rute dengan kesulitan tingkat tinggi karena jika demikian maka akan cenderung ke training kekuatan dan bukannya daya tahan. Cukup dimulai dengan rute mudah dan terus dilanjutkan ke rute-rute yang tidak terlalu sulit untuk sekitar 15 menit sampe 45 menit (pemula) tanpa diselingi istirahat.

Kelenturan
Meskipun wanita pada umumnya tidak sekuat pria, biasanya mereka lebih menonjol dalam bidang ini. Kelenturan bisa sangat menentukan apakah seseorang pemanjat dapat menyelesaikan satu rute tertentu atau tidak, karena itu janganlah disepelekan. Selalu lakukan pemanasan kemudian melenturkan tubuh (stretching) sebelum kamu memanjat. Kombinasi kelenturan dan kekuatan akan menjadikan alur gerak (fluidity) si pemanjat tampak indah, mudah (padahal sebetulnya sulit) dan mengesankan.

Sedangkan komponen non fisik yaitu:

Mental dan Sikap
Yang dua ini harus selalu positif. Keadaan mental kamu akan menjelma menjadi sikap yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu pemanjatan. Alasan-alasan seperti aku kayaknya enggak bisa, aku udah cape, rutenya bukan tipeku, rutenya untuk pemanjat yang badannya tinggi/ pendek dll merupakan contoh ketidak siapan mental. Hadapi semua rute/ problem dengan ucapan ” Saya akan coba sebaik mungkin!” Kalo kamu jatoh/ gagal coba lagi dan coba lagi, disinilah proses belajar memanjat tebing menuju kesempurnaan sampai kamu akhirnya berhasil menyelesaikan rute tsb tanpa jatuh.

Tehnik
Tehnik ini jangkauannya umum, bisa termasuk gabungan dari komponen fisik diatas. Namun kalo kita bicara tehnik biasanya enggak secara langsung berhubungan dengan otot karena itu saya kategorikan komponen ini ke non fisik. Tehnik ini didapat dari proses belajar yang enggak sebentar, makanya untuk belajar tehnik dengan cepat dan baik belajarlah langsung dari pemanjat pro yang sudah berpengalaman. Mereka biasanya bisa langsung menunjukan kelemahan dan kekurangan pemanjatan kamu. Kadang untuk belajar tehnik ini kamu harus melakukan gerakan-gerakan yang sama secara terus menerus sampai tubuh kamu hafal betul untuk mengeksekusi gerak tsb (biasa disebut engram: daya ingat tubuh dalam melakukan gerakan/posisi tertentu). Tehnik cakupannya luas termasuk keseimbangan dan perpindahan berat badan, posisi, pernafasan, gerak dinamik dan statik dll.

Selamat berlatih!



Read More......

Senin, 09 Juni 2008

PENDAKIAN GUNUNG UNGARAN JALUR JIMBARAN




MENDAKI DARI JIMBARAN

Bila anda menyukai gunung Merbabu maka tidak ada salahnya bila anda mendaki gunung Ungaran untuk menyaksikan pemandangan gunung Merbabu dari lereng maupun puncak gunung Ungaran. Gunung Ungaran memiliki ketinggian 2050 mdpl, kondisi alamnya masih diselimuti hutan lebat dan banyak terdapat tempat-tempat wisata, maupun tempat-tempat
keramat yang sangat menarik untuk dikunjungi.

Dari Kota Semarang kita menggunakan bus jurusan Bandungan dengan ongkos Rp.10.000,- per orang (tarif lebaran), turun di pasar Jimbaran. Dari pasar Jimbaran ambil arah ke kanan dengan jalur yang menanjak sepanjang ± 2 Km dengan jarak tempuh normal ½ jam perjalanan menuju ke dusun Kluwihan, desa Sidomukti. Dusun ini merupakan dusun terakhir menuju jalur pendakian. Beristirahat sejenak di basecamp
rumah Mbah die. Di dusun ini kita kalau mau mandi/buang air terdapat kamar mandi umum yang digunakan secara beramai-ramai, namun di pisahkan antara kamar mandi pria dan wanita, jadi jangan salah masuk ya?

Dari desa Kluwihan dilanjutkan dengan menyurusiri jalan aspal lurus sampai jalan berbatu susun menuju padepokan Karyatani Sidomukti. Padepokan ini merupakan proyek percontohan pembudidayaan tanaman sayuran dan ternak. Pemandangan kearah gunung Merbabu di sepanjang jalan menuju lokasi ini sangat luar biasa, selain itu Rawa Pening dan kota Ambarawa kelihatan sangat indah. Terdapat tebing jurang yang sangat curam dengan pemandangan yang sangat indah sekali untuk
dinikmati ke arah bawah jurang namun sangat mendebarkan jantung. Udara yang sejuk dengan suasana alam yang terbuka namun berbatasan dengan kawasan hutan memberi suasana yang sangat romantis bagi muda-mudi yang berpacaran.

Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri kawasan hutan pinus yang cukup lebat dengan kondisi jalur yang menanjak dan menurun. Selanjutnya akan dijumpai sungai kering kembali menanjak. Kita akan menemukan beberapa percabangan ikuti saja jalur yang paling lebar. Jalur berikutnya landai menyusuri tepian kali kecil di sebelah kiri jalan setapak namun debit airnya cukup deras meskipun di musim kemarau, sedangkan di sebelah kanan jalan setapak adalah jurang yang sangat dalam. Sehingga pendaki harus berhati-hati untuk tidak berjalan terlalu ke kanan.

Sekitar 30 menit perjalanan menyusuri kali sampailah kita di air
terjun kecil yang menggoda kita untuk segera mandi menyegarkan badan. Beristirahat sejenak di lokasi sumber air ini sambil mendengarkan irama percikan air terjun yang dikelilingi rimbunnya hutan gunung Ungaran membuat kita semakin menyatu dengan alam.

Dari air terjun perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kearah kanan dengan track yang menanjak dan kembali agak landai. Melintasi kawasan hutan sejauh 1 km akan mengantarkan kita ke perkebunan Sikendil. Di lokasi perkebunan kopi ini terdapat pondok dan bak penampungan air yang menyerupai kolam renang.

Terdapat percabangan jalan, kekiri adalah menuju puncak sedang lurus adalah jalur menuju Babadan, Ungaran. Jalan agak menanjak hingga kemudian mendatar untuk menuju pertigaan yang merupakan jalur ke puncak. Di ujung jalan datar, kita sampai dipertigaan si kendil, sebuah percabangan di perbatasan antara kebun kopi si kendil milik PTP dengan perkebunan teh milik PT Astra.

DUSUN PROMASAN

Untuk menuju puncak kita ambil jalur kekiri, namun sebaiknya kita beristirahat dulu di Dusun Promasan turun kearah kanan yang juga merupakan jalur pendakian dari arah Boja Kendal. Dusun Promasan terletak di tengah perkebunan teh dengan jumlah rumah hanya sekitar 20 rumah. Pemandangan puncak Gunung Ungaran dari lokasi ini sangat luar biasa indahnya. Pendaki biasanya menginap di rumah Biyung namun tidak menjual makanan, untuk makan harus memasak sendiri. Sementara di rumah bapak ketua RT menyediakan warung makan serta perlengkapan lainnya. Kalau mau membuka tenda terdapat lapangan yang cukup luas di dekat kamar mandi umum.

Terdapat Gua Jepang di tengah-tengah perkebunan teh. Gua ini dibangun pada masa pendudukan Jepang dan merupakan tempat persembunyian tentara Jepang ketika Perang Dunia ke II. Gua Jepang berupa lorong panjang sekitar 150 meter. Terdapat ruangan-ruangan di sisi kiri dan kanan lorong. Gua ini memiliki 3 buah pintu masuk yang juga berfungsi sebagai ventilasi udara. Untuk memasuki gua harus menggunakan lampu
senter, dan bila hujan air bisa masuk gua sehingga menjadi licin.

Gua yang banyak menyimpan misteri ini memberikan pengalaman-pengalaman menyeramkan di antara para pendaki. Menurut Wahyu seorang pendaki cewek yang berasal dari Kendal, dia sering melihat tentara Jepang berbaris di sekitar gua ini. Selain itu dia juga sering mendengar suara orang yang disiksa di bilik-bilik ruangan di dalam gua. Seringkali baru berdiri di depan pintu masuk gua, pendaki sudah
merasakan merinding.

Selain Gua Jepang tempat menarik lainnya berupa Candi Promasan yang berupa kamar mandi umum terbuka yang berhiaskan patung-patung sederhana. Di tengah guyuran hujan lebat dan dinginnya kabut tebal di malam hari Mbah Steve menyempatkan diri untuk mandi di Candi pertirtaan Promasan ini, konon dengan mandi di tempat ini akan
membuat kita awet muda.

MENUJU PUNCAK GN.UNGARAN

Dari dusun Promasan pendakian dilanjutkan dengan menyusuri jalan setapak di tengah-tengah perkebunan teh. Di ujung perkebunan teh kita akan menemui hutan yang tidak begitu
lebat dengan lamtoro gunung dan cemara menghiasinya. Selanjutnya kita akan menemukan pertemuan jalur, ambillah jalur lurus karena jalur kiri merupakan jalur dari pertigaan. Apabila kita tidak turun ke Desa Promasan tetapi langsung kepuncak dari pertigaan, ketika menemui
percabangan ini ambillah jalur kekiri. Jarak tempuh normal dari
pertigaan dan desa promasan menuju puncak adalah 2 jam dengan medan yang berat, penuh batu-batu, dan tak jarang kita harus memanjat batu-batu yang tingginya 1 meteran.

Setengah perjalanan atau sekitar 1 jam berjalan, kita akan menemui tebing-tebing batu yang berketinggian sekitar 20 meter dan dihiasi oleh padang sabana dengan pepohonan yang jarang. Daerah ini di siang hari sangat panas dan berangin kencang karena tidak adanya pohon-pohon pelindung yang tumbuh, kebanyakan hanya alang-alang yang dapat
kita temui di sini hingga puncak.

Disarankan agar mendaki ke puncak saat malam atau pagi-pagi sekali,
selain untuk menghemat air minum juga agar terhindar dari terik matahari yang dapat membakar kulit. Jalur disini menuntut kewaspadaan yang tinggi, karena kita melewati punggungan yang terjal berbatu besar serta licin. Kita menempuh jalan setapak yang mengitari tebing-tebing.

Apabila anda sudah mencapai hutan kecil yang diapit oleh 2 punggungan berarti puncak gunung Ungaran sudah dekat. Di atas hutan kita dapat menemui tebing terjal, jalan setapak dengan menyusuri bagian tengah tebing menuju arah kiri kemudian berbelok ke kanan dan akhirnya sampailah ke puncak Ungaran yang berketinggian 2050 m dpl dan dihiasi oleh sebuah tugu yang dibangun oleh batalyon militer dari Semarang.
Dari puncak Gn. Ungaran kita dapat melihat Gn. Sumbing, Gn. Sundoro di sebelah barat daya.

TURUN KE CANDI GEDONG SONGO

Menuruni Gunung Ungaran melewati jalur Candi Gedong Songo menjadi pilihan yang menarik. Dengan melintasi kawasan hutan yang cukup lebat serta jalan yang licin bila turun hujan, pendaki dituntut untuk tetap waspada karena banyak jalur percabangan yang akan membawa pendaki ke jurang atau ke jalur pendakian lainnya. Jalur yang panjang dan agak landai sering kali juga harus menuruni tanjakan-tanjakan yang sangat
terjal memberikan nuansa yang berbeda dalam pendakian ke gunung Ungaran.

Mendaki dan menuruni gunung ungaran bila dilakukan di siang hari ada keunikan tersendiri, kita dapat menikmati suasana hutan yang cukup lebat dengan dihiasi tebing-tebing curam puncak-puncak gunung Ungaran. Terutama ketika kita berada di lembah yang di apit oleh dua puncak.

Setelah berjalan sekitar 3 jam melintasi track yang berselang-seling anatara landai dan terjal di tengah hutan yang cukup lebat, jalur menjadi terbuka melintasi padang rumput. Di siang hari terasa sangat panas dan di musim kemarau banyak debu sehingga harus menjaga jarak dengan pendaki di depannya karena debu yang dibuat oleh langkah kaki pendaki di depannya. Meskipun demikian kita akan disuguhi pemandangan
yang sangat indah ke arah gunung Merbabu dan Rawa Pening di sepanjang perjalanan.

Bunyi musik dangdut sayub-sayub terdengar dari lokasi wisata Candi Gedong Songo memberi semangat kepada tim skrekanex/merbabu-com untuk mempercepat langkahnya. Terbayang sudah warung-warung yang menyediakan nasi soto, nasi pecel, sate kelinci dan teh hangat.

Menuju kawasan candi gedong songo jalur berupa turunan yang sangat terjal bila hujan jalur ini sangat licin sehingga pendaki harus perlu berhati-hati. Setelah menuruni tebing terjal kita memasuki kawasan perkemahan yang banayk ditumbuhi pohon pinus.

CANDI GEDONG SONGO

Kawasan wisata Candi Gedong Songo memberikan hiburan yang sangat menarik setelah menyelesaikan pendakian gunung Ungaran. Selain candi-candi yang sangat indah, juga terdapat kawah gunung ungaran yang menyemburkan gas belerang serta mengalirkan air panas yang mendidih.
Air panas ini disalurkan ke kolam renang yang digunakan untuk
berendam, juga terdapat beberapa kamar mandi air panas yang bercampur belerang. Selain menyegarkan badan konon air panas dari kawah gunung Ungaran ini juga berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit.

Pendakian tim Skrekanex/Merbabu-com bertepatan dengan liburan lebaran, dan di kawasan wisata Candi Gedong Songo ini sepanjang hari diisi dengan acara-acara hiburan tradisional untuk menyambut bagdo syawalan, berturut-turut selama seminggu setelah lebaran.


Read More......

mitos rahtawu

Wukir Rahtawu
oleh: Ki Sondong Mandali
--------------------------------------------------

Wukir Rahtawu merupakan gugus perbukitan Muria yang
berada di Kabupaten kudus. Jawa Tengah. Menurut
mitos, Wukir Rahtawu merupakan tempat pertapaan Resi
Manumayasa sampai kepada Begawan Abiyasa yang
merupakan leluhur Pandawa dan Korawa. Menurut cerita
babad dan parwa, konon leluhur raja-raja Jawa
merupakan keturunan dinasti Bharata juga. Sebuah
misteri yang membingungkan, memang.

Di Rahtawu terdapat banyak "petilasan pertapaan" yang
diyakini dahulu kala memang benar-benar merupakan
tempat bertapanya "para suci" yang oleh penduduk
setempat disebut "Eyang". Diantaranya :


Eyang Sakri (Bathara Sakri), di Desa Rahtawu.


Eyang Pikulun Narada dan Bathara Guru, di Joggring
Salaka, dukuh Semliro, desa Rahtawu.


Eyang Abiyasa dan Eyang Palasara, di puncak gunung
"Abiyasa", ada yang menyebut "Sapta Arga".


Eyang Manik Manumayasa, Eyang Puntadewa, Eyang Nakula
Sadewa di lereng gunung "Sangalikur", di puncaknya
tempat pertapaan Eyang Sang Hyang Wenang (Wening) dan
sedikit ke bawah pertapaan Eyang Ismaya.


Eyang Sakutrem (Satrukem) di sendang di kaki gunung
"Sangalikur" sebelah timur.

Eyang Lokajaya (Guru Spirituil Kejawen Sunan Kalijaga,
menurut dongeng Lokajaya nama samaran Sunan Kalijaga
sebelum bertaubat), di Rahtawu.

Eyang Mada (Gajah Mada) dan Eyang (Romo) Suprapto,
berupa makam di dusun Semliro.

Semua "petilasan" (kecuali makam Eyang Mada) merupakan
"batu datar" yang diperkirakan sebagai tempat duduk
ketika bertapa (meditasi, semadi). Sayangnya, semua
petilasan tersebut telah dibuatkan bangunan dan dibuat
sedemikian rupa "sakral" dengan diberi bilik yang
tertutup dan dikunci. Pembukaan tutup dilakukan setiap
bulan Suro (Muharam) tanggal 1 s/d 10.

Di setiap petilasan dibuatkan suatu bilik khusus untuk
melakukan "ritual sesaji" dengan bunga dan pembakaran
dupa. Juga disediakan suatu ruangan cukup luas untuk
para pengunjung beristirahat dan menunggu giliran
untuk melakukan "ritual sesaji" maupun "ngalap berkah"
sambil tiduran dan ? kerokan.

Di Rahtawu pengaruh peradaban Hindu, Buddha dan Islam
tidak nampak jelas. Tidak ada jejak berupa bangunan
peribadatan (candi) Hindu dan Buddha. Bahkan tidak ada
arca maupun ornamen bangunan yang terbuat dari batu
berukir sebagaimana ditemukan di Dieng, Trowulan,
Lawu, dan tempat-tempat lainnya di Jawa. Bangunan
peribadatan berupa masjid ataupun langgar (mushalla)
merupakan bangunan baru buatan jaman ini. Maka
sesungguhnya mengundang suatu pemikiran, situs
peradaban apakah di Rahtawu tersebut ?

Meskipun semua "petilasan pertapaan" berkaitan dengan
nama-nama tokoh pewayangan (Mahabharata-Hindu), namun
di Rahtawu ditabukan untuk mengadakan pagelaran
wayang. Konon cerita para penduduk setempat, pernah
ada yang melanggar larangan tersebut, maka datang
bencana angin ribut yang menghancurkan rumah dan dukuh
yang mengadakan pagelaran wayang tersebut. Namun untuk
mendengarkan siaran wayang kulit dari pemancar radio,
kok tidak apa-apa.

Samar-samar terbersit pemahaman di benak penulis akan
kecerdikan dan ketegaran Jawa dalam berinteraksi
dengan berbagai peradaban pendatang di Rahtawu,
sebagai berikut :


Di puncak tertinggi (gunung "Sangalikur") adalah
"petilasan pertapaan Sang Hyang Wenang". Tempatnya
sepi kering tidak ada apa-apa alias suwung (tan kena
kinayangapa). Dibawahnya ada "petilasan pertapaan"
Resi Manik Manumayasa, Puntadewa (Darmakusuma), Nakula
Sadewa, dan Bathara Ismaya (Semar). Tokoh-tokoh
tersebut merupakan simbul personifikasi manusia
titisan dewa yang berwatak selalu menjalankan "laku
darma" pengabdian kepada Hyang Maha Agung. Atau
mengajarkan "laku-urip" yang religius. Bahkan Sang
Hyang Wenang merupakan salah satu nama dari sesembahan
(realitas tertinggi) Jawa. Bathara Ismaya merupakan
derivate (tajalli, emanasi) awal dari Sang Hyang
Wenang, menggambarkan cangkok atau emban (plasma kalau
diibaratkan pada sel hidup). Sedang Eyang Manik
Manuyasa kiranya merupakan nama lain dari Bathara
Manikmaya, yang juga merupakan derivate (tajalli,
emanasi) awal Sang Hyang Wenang, menggambarkan
kembang, permata atau wiji/benih (inti kalau
diibaratkan sel hidup). Sel hidup selalu terdiri dari
Inti dan Plasma yang tidak bisa dipisahkan. Demikian
pula kiranya konsep Jawa tentang "Urip" selalu terdiri
dari "Manikmaya" dan "Ismaya" yang juga tidak bisa
dipisahkan.

Puntadewa dan Nakula-Sadewa adalah tiga satria Pandawa
yang tidak pernah berperang. Puntadewa simbul
kesabaran, Nakula kecerdasan, dan Sadewa
kebijaksanaan. Bahkan kemudian dalam mitologi Jawa,
Sadewa adalah satria yang mampu meruwat Bethari Durga
yang serba jahat menjadi Bethari Uma yang welas-asih.
Petilasan ketiga satria Pandawa tersebut ditempatkan
di gunung "Sangalikur" dibawah Sang Hyang Wenang,
Bethara Manikmaya dan Bethara Ismaya, melambangkan
bahwa kesempurnaan manusia di hadapan Tuhan
(sesembahan) adalah kesadaran akan "sejatining urip",
yaitu yang merupakan gabungan Puntadewa (sabar),
Nakula (cerdik-pandai) dan Sadewa (arif bijaksana).


Puncak kedua di "gunung Abiyasa" merupakan "petilasan
pertapaan" Eyang Abiyasa dan Eyang Palasara. Keduanya
merupakan maharesi yang tertinggi "kawruhnya".
Tempatnya juga sepi kering tidak ada apa-apa. Bahkan
jalan menuju tempat itu hanya ada satu. Untuk naik dan
turun melalui jalan yang sama. Sepertinya menyiratkan
bahwa jalan menuju puncak ketinggian "harkat spirituil
manusia" yang bisa dicapai adalah sebagai Resi Abiyasa
dan Resi Palasara yang hidup sunyi sepi namun tidak
meninggalkan keramaian dunia. Palasara dan Abiyasa
konon merupakan leluhur Pandawa. Meskipun hidup
sebagai resi (pendeta), namun keduanya terlibat
langsung dengan realitas hiup manusia di dunia.
Diantaranya terlibat perkara seks dalam arti untuk
regenerasi (berketurunan) manusia. Menurut ceritanya
pula, keduanya tidak menempati "etika agama" dalam hal
bercinta-asmara. Dan lebih kepada naluri alamiah yang
terekayasa oleh kebutuhan. Palasara bercinta-asmara
dengan Dewi Lara Amis (Durgandini) di dalam perahu
oleh akibat dorongan nafsu birahi keduanya, hingga
lahir Abiyasa (baik) dan saudara-saudaranya (jahat).
Abiyasa pun melakukan cinta-asmara dengan janda
adiknya oleh kebutuhan Hastinapura akan generasi
penerus. Maka petilasan Palasara dan Abiyasa tidak
dalam satu gunung dengan Sang Hyang Wenang mengandung
maksud, bahwa sesungguhnya untuk mencapai
"kesempurnaan harkat kemanusiaan" bisa dicapai juga
dengan memenuhi darma sebagai manusia secara alamiah,
meskipun darma tersebut mungkin kurang sejalan dengan
"norma kesusilaan" dan "etika keagamaan".

Petilasan Eyang Sakri, Eyang Sakutrem berada di kaki
gunung yang rendah. Keduanya juga maharesi leluhur
Pandawa. Petilasan pertapaannya berada dekat dengan
mata air (sendang), artinya lebih dekat berderajat
manusia katimbang dewa.

Petilasan Bathara Narada dan Bathara Guru di Joggring
Salaka (kahyangan para dewa) yang juga berada di kaki
gunung seolah menyiratkan pandangan Jawa, bahwa
sesungguhnya dewa-dewa juga titah dari Yang Maha Kuasa
sama dengan manusia. Dewa juga mempunyai kewajiban
ikut terlibat dalam mengatur keharmonisan semesta
(memayu hayuning bawana). Artinya, di Jawa, Bathara
Guru dan Bathara Narada bukan wajib disembah tetapi
disetarakan dengan manusia.

Begitulah penangkapan samar-samar penulis tentang
adanya petilasan pertapaan para Eyang (Hyang) di
Rahtawu. Untuk petilasan Eyang Lokajaya dan Makam
Eyang Mada, adalah suatu "punden" baru yang tidak ada
hubungannya dengan "petilasan pertapaan" paya Hyang
dan Resi.

Adapun bagaimana sejarah Rahtawu masih merupakan
misteri. Siapa pula yang menetapkan daerah itu menjadi
petilasan pertapaan, juga masih sulit untuk didapatkan
keterangan. Yang jelas sudah sejak jaman kuno Rahtawu
dianggap sebagai tempat petilasan pertapaan "para
suci". Mungkin dulunya mirip "Sungai Gangga" di India.
Atau semua itu adalah rekayasa para leluhur Jawa untuk
lebih meyakinkan bahwa yang menciptakan Mahabharata,
Resi Wiyasa, adalah Abiyasa yang tinggalnya di
Rahtawu, Jepara. Entahlah !

Kenyataan yang ada sekarang ini, Rahtawu menjadi
tempat untuk kepentingan "ngalap berkah" yang
bermacam-macam. Caranya juga bermacam-macam pula.
Nuansa spirituil religius Jawa sudah berbaur dengan
laku-budaya adat yang oleh berbagai pihak dianggap
klenik, tahayul dan syirik.

Perbukitan Muria memerlukan kajian mendalam. Ilmiah
maupun spirituil untuk menguak misterinya. Di tempat
itu juga ada makam Sunan Muria (salah satu Wali Sanga)
yang dikeramatkan pula oleh banyak orang Jawa yang
muslim. Maka dengan demikian di Muria ada dua tempat
wisata spirituil, Makam Sunan Muria (Islam) dan
Petilasan Pertapaan Rahtawu (Kejawen). Menurut yang
"muslim saleh", menyatakan bahwa Rahtawu tempat
berkumpulnya jin dan syaiton. Sebaliknya, kalangan
"kejawen" menyatakan kalau makam Eyang Mada dan makam
keramat lainnya (sesakti apapun yang dimakamkan) cuma
kuburan manusia biasa. Lhoh kok !

Begitulah kenyataan pergulatan antar peradaban di Jawa
baru mencapai tahap saling menganggap klenik, tahayul
dan syirik bagi pihak yang tidak sealiran. Memelas !

Demikian, semoga bermanfaat.

Ki Sondong Mandali


Read More......

tanpa persiapan, naik gunung tidak akan bermakna


Oleh:
Setia

BANYAK remaja sering mengisi waktu liburan dengan naik gunung. Namun, karena ketidak-tahuan, kegiatan fisik berat itu sering tidak disiapkan dengan baik. Padahal, mendaki gunung ditentukan oleh faktor ekstern dan intern, dan kebugaran fisik mutlak diperlukan.

Pendaki gunung legendaris asal Inggris, Sir George Leigh Mallory, kerap menjawab pendek pertanyaan mengapa ia begitu “tergila-gila” naik gunung. “Because it is there,”ujarnya. Jawaban itu menggambarkan betapa luas pengalamannya mendaki gunung dan bertualang. Selain jawaban itu, masih banyak alasan mengapa seseorang mendaki gunung atau menggeluti kegiatan petualangan lainnya.

Anggota-anggota Mapala Universitas Indonesia-kelompok pencinta alam tertua (bersama Wanadri Bandung) di Indonesia-contohnya. Mereka punya alasan lebih panjang dari Mallory. Dalam halaman awal buku pegangan petualangan yang dimiliki seluruh anggotanya tertulis, “Nasionalisme tidak dapat tumbuh dari slogan atau indoktrinasi. Cinta tanah air hanya tumbuh dari melihat langsung alam dan masyarakatnya. Untuk itulah kami naik gunung”.
Yang jelas, tidak seorang petualang alam-komunitas di Indonesia lebih senang menggunakan istilah pencinta alam-melakukan kegiatan itu dengan alasan untuk gagah-gagahan. Karena bukan untuk gagah-gagahan, maka sebaiknya tidak ada istilah “modal nekad” dalam mendaki gunung.

Bagaimanapun, gunung dengan rimba liarnya, tebing terjal, udara dingin, kencangnya angin yang membuat tulang ngilu, malam yang gelap dan kabut yang pekat bukanlah habitat manusia modern. Bahaya yang dikandung alam itu akan menjadi semakin besar bila pendaki gunung tidak membekali diri dengan peralatan, kekuatan fisik, pengetahuan tentang alam, dan navigasi yang baik. Tanpa persiapan yang baik, naik gunung tidak bermakna apa-apa.

Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya pendakian gunung. Pertama, faktor ekstern atau faktor yang berasal dari luar diri pendaki. Cuaca, kondisi alam, gas beracun yang dikandung gunung dan sebagainya yang merupakan sifat dan bagian alam. Karena itu, bahaya yang mungkin timbul seperti angin badai, pohon tumbang, letusan gunung atau meruapnya gas beracun dikategorikan sebagai bahaya objektif (objective danger). Seringkali faktor itu berubah dengan cepat di luar dugaan manusia.

Tidak ada seorang pendaki pun yang dapat mengatur bahaya objektif itu. Namun dia dapat menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan itu. Diri pendaki, segala persiapan, dan kemampuannya itulah yang menjadi faktor intern, faktor kedua yang berpengaruh pada sukses atau gagalnya mendaki gunung.

Bila pendaki tidak mempersiapkan pendakian, maka dia hanya memperbesar bahaya subyektif. Misalnya, bahaya kedinginan karena pendaki tidak membawa jaket tebal atau tenda untuk melawan dinginnya udara dan kencangnya angin.

Tidak bisa ditawar, mendaki gunung adalah kegiatan fisik berat. Karena itu, kebugaran fisik adalah hal mutlak. Untuk berjalan dan menarik badan dari rintangan dahan atau batu, otot tungkai dan tangan harus kuat. Untuk menahan beban ransel, otot bahu harus kuat. Daya tahan (endurance) amat diperlukan karena dibutuhkan perjalanan berjam-jam hingga hitungan hari untuk bisa tiba di puncak.

Bila tidak biasa berolahraga, calon pendaki sebaiknya melakukan jogging dua atau tiga kali seminggu, dilakukan dua hingga tiga minggu sebelum pendakian. Mulailah jogging tanpa memaksa diri, misalnya cukup 30 menit dengan lari-lari santai.

Tingkatkan waktu dan kecepatan jogging secara bertahap pada kesempatan berikutnya. Bila kegiatan itu terasa membosankan, dapat diselingi dengan berenang. Dua olahraga itu sangat bermanfaat meningkatkan endurance dan kapasitas maksimum paru-paru menyedot oksigen (Volume O2 maximum/VO2 max). Latihan push up, sit up, pull up sebaiknya juga dilakukan untuk memperkuat otot-otot.

Saking semangatnya, pendaki muda kerap kali ingin segera mencapai puncak, apalagi bila kegiatan itu dilakukan berkelompok. Persaingan untuk berjalan paling cepat, paling depan, dan menjadi orang pertama memijak puncak, sebaiknya ditinggalkan.

Mendaki gunung yang baik justru melangkah perlahan dalam langkah-langkah kecil dan dalam irama tetap. Dengan berjalan seperti itu, pendaki dapat mengatur napas, dan menggunakan tenaga seefisien mungkin. Bagaimanapun mendaki merupakan pekerjaan melelahkan. Selain itu, keindahan alam dan kebersamaan dalam rombongan, sering menggoda pendaki untuk banyak berhenti dan beristirahat di tengah jalan. Bila dituruti terus, bukan tidak mungkin pendakian malah gagal mencapai puncak. Karena itu, cobalah membuat target pendakian. Misalnya, harus berjalan nonstop selama satu jam, lalu istirahat 10 menit, kembali mendaki selama satu jam dan seterusnya. Lakukan hal ini hingga mencapai puncak atau hari telah sore untuk berkemah. Pada medan perjalanan yang landai, target waktu seperti itu dapat diganti dengan target tempat. Caranya, tentukanlah titik-titik target di peta sebagai titik beristirahat.

Buatlah jadwal rencana kegiatan sehingga waktu yang tersedia digunakan seefektif mungkin dalam bergiat di alam. Jadwal itu memungkinkan pendaki menghitung berapa banyak makanan, pakaian, peralatan harus dibawa, dan dana yang harus disiapkan. Jadwal itu antara lain mencakup keberangkatan, jadwal dan rute pendakian, kapan tiba di puncak, jadwal dan rute pulang, dan seterusnya. Jadwal pendakian perhari dapat lebih dirinci dengan berapa jam jatah pendakian, pukul berapa dimulai dan kapan berhenti serta seterusnya.

Untuk menghindari beban bawaan terlalu berat, hindari membawa barang-barang yang tidak perlu. Misalnya, cukup membawa baju dan celana tiga atau empat stel meski pendakian memerlukan waktu cukup lama. Satu stel pakaian dikenakan saat berangkat dari rumah hingga kaki gunung dan saat pulang. Satu stel sebagai baju lapangan saat mendaki. Satu stel yang lain sebagai baju kering yang digunakan saat berkemah. Rain coat dan payung dapat dicoret dari barang bawaan bila telah membawa ponco. Bila telah membawa lilin, cukup membawa batu batere seperlunya untuk menyalakan senter dalam keadaan darurat. Piring dapat ditinggal di rumah karena wadah makanan dapat menggunakan rantang memasak atau cangkir.

Bila barang perlengkapan telah terkumpul, masukkan semua ke dalam ransel. Jangan biarkan ada sejumlah barang seperti cangkir atau sandal diikat di lua ransel. Selain tidak sedap dipandang, risiko hilang selama pendakian, amat besar. Meski demikian, ada beberapa barang yang ditolerir bila ditaruh di luar ransel dan diikat dengan tali webbing ransel. Misalnya, matras karet dan tiang tenda. Namun, yakinkan, semua telah diikat dengan kencang.
Menaruh barang di dalam ransel amat berbeda dengan cara memasukkan buku-buku pelajaran dalam daypack (ransel kecil yang biasa digunakan ke sekolah).

Buku pelajaran, baju praktikum, kalkulator dapat kita cemplungkan begitu saja ke dalam daypack. Sebaliknya, barang-barang pendakian harus dimasukkan dalam ransel dengan aturan tertentu sehingga mengurangi rasa sakit saat memanggul dan menghindari ruang kosong dalam ransel.

Prinsip pengepakan barang dalam ransel.
1. Letakkan barang ringan di bagian bawah dan barang berat di bagian atas.
2. Barang-barang yang diperlukan paling akhir (misalnya peralatan kemping dan tidur), ditaruh di bagian bawah dan barang yang sering dikeluar-masukkan (seperti jaket, jas hujan, botol air) di bagian atas.
3. Jangan biarkan ada ruang kosong dalam ransel. Contoh, manfaatkan bagian dalam panci sebagai tempat menyimpan beras. Untuk itu, langkah pertama mengepak perlengkapan pendakian adalah mengelompokkan barang menurut jenis, seperti:
a. pakaian dan kantung tidur,
b. alat memasak,
c. tenda,
d. makanan.

Bungkus kelompok-kelompok barang itu dalam kantong-kantong plastik agar mudah dicari.
Sebagian besar pendaki menganggap, mengepak barang merupakan seni tersendiri dan kerap mengasyikkan. yunas santhani azis
Pengetahuan Dasar Pendaki Gunung

PARA pendaki gunung, harus memiliki pengetahuan dasar, menyangkut navigasi darat dan peta-kompas. Ini semua digunakan selama perjalanan di alam bebas. Selain itu, pendaki juga harus membawa sejumlah peralatan standar. Apa saja itu?
Dalam olahraga naik gunung, ada pengetahuan dasar khususnya menyangkut navigasi darat atau peta-kompas yang harus dimiliki seorang pendaki.

Peralatan navigasi standar yang harus dibawa saat mendaki gunung adalah peta, kompas, dan altimeter. Dalam arti populer, peta adalah representasi bentuk bentang bumi yang dicetak di kertas. Peta sendiri ada banyak ragamnya, sesuai keperluan. Namun peta yang bermanfaat bagi pendaki gunung adalah topografi, peta yang menggambarkan bentuk-bentuk dan kondisi permukaan bumi.

Dalam melihat peta, perhatikan skala atau perbandingan jarak dengan jarak sebenarnya. Skala peta dapat ditunjukkan dalam angka (misalnya 1:250.000) atau dalam bentuk garis. Untuk itu, jangan menggunakan fotokopi peta yang diperbesar atau diperkecil ukurannya. Selain membingungkan penghitungan jarak, pembesaran peta tidak menunjukkan akurasi relief bumi.

Ada baiknya, pendaki lebih dahulu mempelajari makna le-genda (simbol konvensional) dan kontur-garis penunjuk relief bumi-yang ada di peta. Penjelasan legenda selalu ada di bagian bawah peta. Dengan membaca kontur, dapat dibayangkan kondisi medan sebenarnya. Garis-garis kontur bersisian rapat menunjukkan medan yang curam, bila jarang berarti medannya landai. Lengkungan kontur yang menonjol keluar dari sebuah titik, menggambarkan punggung bukit atau gunung (ridge), sebaliknya adalah lembah. Di lembah-lembah seperti itu biasanya ada aliran sungai.

Ditambah kompas, peta merupakan alat untuk dapat menentukan posisi pendaki di gunung atau menunjukkan arah jalan. Teknik menggunakan variasi kompas dan peta dikenal dengan cross bearing, terbagi dalam resection (menentukan posisi kita di dalam peta) dan intersection (menentukan posisi satu tempat di peta).

Resection dilakukan dengan mula-mula mencari dua titik di medan sebenarnya yang dapat diidentifikasi dalam peta seperti puncak-puncak gunung. Kedua, hitunglah sudut (azimuth) kedua obyek tadi terhadap arah utara dengan kompas. Ketiga, pindahlah ke peta. Dengan menggunakan busur derajat, letakkan titik pusat busur derajat menghimpit titik identifikasi obyek dalam peta. Bila sudut azimuth yang diperoleh kurang dari 180 derajat, tambahkan azimuth itu dengan angka 180 derajat. Bila azimuth yang didapat dari kompas lebih dari 180 derajat, tambahkan dengan angka 180 derajat. Keempat, gunakan angka hasil perhitungan itu (dinamakan teknik back azimuth) untuk membuat garis lurus dari titik identifikasi. Perpotongan dua garis dari dua titik identifikasi menunjukkan letak kita di dalam peta.

Menentukan titik awal perjalanan di peta merupakan hal yang penting. Di tengah perjalanan, seorang pendaki kerap tidak dapat memainkan teknik cross bearing karena faktor cuaca atau medan yang tidak memungkinkan melihat titik-titik orientasi. Bila demikian, membandingkan keadaan medan sekitar dengan kontur peta dan merunutnya dari titik awal perjalanan, kadang menjadi satu-satunya cara menentukan posisi. Dalam keadaan seperti itu, altimeter atau piranti penunjuk ketinggian sangat dibutuhkan.

Saat ini fungsi kompas dan altimeter dapat diganti dengan GPS (Global Positioning System/piranti canggih menggunakan sinyal satelit). Dengan alat itu, pendaki dapat mengetahui kedudukannya dalam lintang dan bujur (koordinat) bumi. Pemakainya tinggal mencari besaran koordinat di peta. Bahkan GPS model mutakhir dapat menyimpan rekaman gambar peta melalui CD-Rom. Dengan begitu, pendaki bisa mengabaikan peta karena peta sekaligus tersaji di layar monitornya.

Dalam mendaki gunung atau menjelajah alam, pelaku juga harus memasak, makan, tidur, dan membersihkan diri. Semua dilakukan sendiri. Untuk itu, pendaki tidak dapat menghindari barang bawaan yang relatif banyak dan berat. Perlengkapan apa saja yang diperlukan untuk pendakian? Perlengkapan seorang pendaki berupa sepatu, baju dan celana, jaket, ponco atau rain coat, dan ransel.
1. Sepatu mendaki yang baik selain melindungi kaki dari luka, juga harus nyaman saat dipakai meski membawa beban berat di medan licin, berbatu-batu, dan curam. Jenis sepatu boot paling cocok untuk kegiatan ini, karena melindungi pergelangan hingga mata kaki dari kemungkinan terkilir. Pilihlah sol sepatu dengan kembang besar, ceruk yang dalam dan memiliki tumit. Sol seperti ini memungkinkan pemakai dapat mencengkeram permukaan meski kondisinya ekstrim (curam, licin, atau berbatu-batu).

2. Pakaian ideal saat mendaki di gunung tropis adalah yang relatif tebal dan menyerap keringat, celana yang tidak kaku dan ringan guna melindungi kaki dari goresan duri. Baju dari katun atau wool cukup ideal. Sayang bila telah basah, katun tidak mampu menghangatkan badan. Baju dari bahan sintetis semisal polyesters dan acrylics sedikit menyerap keringat tetapi cepat kering. Sementara bahan nilon sebaiknya tidak digunakan karena tidak menyerap keringat sehingga keringat akan tetap menempel di badan. Sebaliknya, nylon amat baik menahan hujan, sehingga banyak digunakan sebagai ponco.
Saat mendaki, hindari pemakaian pakaian berbahan jeans. Bahan ini sukar kering dan berat saat basah. Bila mendaki medan yang dirimbuni pepohonan atau semak tinggi, di mana terpaan angin tidak kencang, hindari mengenakan jaket saat berjalan. Selain menahan keringat menempel di badan, jaket juga membuat tubuh merasa gerah karena selama berjalan suhu tubuh meningkat akibat pembakaran zat makanan untuk menghasilkan energi.

Pada saat istirahat, di sela pendakian, pembakaran berkurang. Dinginnya temperatur di pegunungan dan hembusan angin maka pendaki akan menghadapi perbedaan drastis temperatur. Oleh karena itu, saat beristirahat, sebaiknya pendaki mengenakan jaket atau sweater tebal. Bila beristirahat saat hujan, sebaiknya mengganti baju jalan yang basah dengan baju kering.

3. Jaket sebaiknya digunakan menahan dingin di puncak atau di lokasi kemping saat akitivitas tidak segiat saat berjalan. Pilihlah jaket yang berbahan isian (down jacket). Jaket jenis ini cukup tebal dan penahan dingin yang baik. Kelemahannya, relatif berat dan memakan banyak tempat dalam ransel. Jaket lain sebaiknya dibawa adalah yang memiliki dua lapisan (double layer). Lapisan dalam biasanya berbahan penghangat dan menyerap keringat seperti wool atau polartex, sedang lapisan luar berfungsi menahan air dan angin.
Kini, teknologi tekstil sudah mampu memroduksi Gore-tex, bahan jaket yang nyaman dipakai saat mendaki. Bahan itu memungkinkan kulit tetap “bernapas”, tidak gerah, mengeluarkan uap keringat, mampu menahan angin (wind breaking) dan resapan air hujan (water proof). Sayang, bahan ini masih mahal, rata-rata berharga di atas Rp 1 juta.

4. Ransel. Perlengkapan vital pendakian lainnya adalah ransel. Kini banyak jenis ransel-terutama berangka dalam-dijual di pasaran. Fungsi rangka selain menyangga badan ransel tetap tegak, mencegah barang di dalamnya bergeser, dan menjaga jarak antara punggung pemakai dari ransel. Akibatnya, barang-barang keras yang dibawa tidak menyakitkan. Ransel yang baik dilengkapi tali pengatur sabuk penggendok atau sandang bahu, sandang pinggang, atau sabuk pinggang.

Sabuk dan tali pengatur itu akan membuat pemakainya nyaman memanggul ransel beserta isinya. Bila pendaki ingin membawa barang bawaan ke bahu dan punggung, kencangkan tali pengatur sandang bahu dan longgarkan sabuk pinggang. Sebaliknya, bila beban ingin ditopang punggung dan pinggang, kencangkan tali sabuk pinggang dan kendorkan tali sandang bahu. Ransel berdisain baik, bila rangka bagian bawah, saat dipakai, ada di sekitar pinggang sedang lengkungan rangka atas sesuai lengkungan tulang punggung pemakai.

Ransel yang memiliki beberapa kantung di penutup atau badan, memiliki banyak keuntungan. Barang-barang kecil seperti botol air minum, jaket, atau kamera yang sering dikeluar-masukkan selama pendakian, dapat ditaruh di situ. Dengan demikian, pendaki tidak perlu membuka-tutup dan mengacak-acak isi ruang utama ransel.
Oleh karena itu, pilihlah ransel berbahan nilon atau kanvas. Nilon selain kedap air juga ringan. Sebaliknya, kanvas relatif berat terutama pada waktu basah. Akan tetapi, kanvas lebih kuat terhadap goresan.
penulis : Yunas Santhani Azis
(sumber : kompas)

E-mail Pengirim: Setia714@ekilat.com Tanggal: 4/2/2002 12:07:14 PM

Hai, Kalo teman2 punya info yang menarik dan hangat, terutama kegiatan alam bebas dan pencinta alam, silahkan dech gabung di halaman ini, kegiatan kamu bisa berupa info organisasi, info kegiatan dan Berita-berita lainnya. Tambah Info Read More......

Minggu, 08 Juni 2008

KODE ETIK PECINTA ALAM..

-Pecinta alam sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan YME.
-Pecinta alam indonesia sebagai bagian dari masyarakat indonesia sadar akan tanggng jawab kami kepada Tuhan, Bangsa dan Tanah air.
-Pecinta alam Indonesia sadar bahwa Pecinta alam sebagai makhluk yang mencintai alam sebagai anugrah Tuhan YME.

*dengan hakekat di atas ,maka kami dengan kesadaran menyatakan*
1. mengabdi kepada tuhan YME
2. memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber alam sesuai dengan kebutuhanny.\3.mengabdi kepada bangsa dan tanah air
4. menghormati tat kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitarnya serta menghargai manusia dengan kerabatnya.
5. berusaha mempererat tali persadaraan antar pecinta alam sesuai asas pecinta alam
6. berusaha saling membantu serta saling menghargai pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, Bangsadan Tanah air. Read More......